Pages

Kalsifikasi Manusia Dalam Al Quran

Jika kita mengamati obyek manusia yang di bicarakan Al quran secara umum, Allah menggolongkan manusia menjadi tiga golongan besar; mukmin, kafir dan munafik. Dan itu ternyata yang menjadi pembuka ayat-ayat awal dalam surat Al Baqoroh.

Jika hendak kita telisik sedikit tentang kandungan susunan Surat dalam Al Quran, bahwa surat pertama yaitu Al Fatihah adalah sebagai pembukaan Al Kitab seperti namanya. Sedangkan kandungan surat tersebut adalah sebagai synopsis atau resume terhadap seluruh isi kandungan Al Quran, oleh karenanya Surat ini juga di beri nama Ummul kitab, yang artinya Induk dari Al Kitab.

Sedangkan dalam surat kedua yaitu surat Al Baqoroh ayat pertama dan kedua berbicara tentang Al Quran, kemudian ayat selanjutnya adalah pengklasifikasian manusia menjadi tiga golongan besar tadi, mulai dari ayat 2 sampai dengan ayat ke-20. Seolah bahwa Allah ingin menegaskan kepada kita sebagai pembaca Al Quran, bahwa kalam Allah di tujukan kepada tiga golongan tadi.

1. Mukmin


Mereka adalah pelaku hakiki yang di berikan beban oleh Allah Swt. Dan mereka adalah para pejuang di jalan Allah yang sanggup mengorbankan harta bahkan jiwa mereka untuk tegaknya kalimah Allah dan menjadi khalifah Allah di muka bumi ini. Mereka adalah para penolong agama Allah yang mengejewantahkan seluruh keinginan-keinginanNya. Oleh karenanya disebutkan dengan jelas, Al Quran ini diturunkan untuk menjadi pedoman mereka dalam melaksanakan amanah Allah.

Yang akan menjadi pembahasan lebih lanjut dalam buku ini adalah tentang bagaimana seorang yang mengaku beriman tetapi tidak memposisikan diri sebagai pejuang.


2. Kafir


mereka adalah orang-orang yang memusuhi ajaran Allah dan utusanNya, tidak mengakui kebenaran dan tertutup hatinya untuk menerima al haq.
Pembahasan kafir tidak akan di jelaskan secara terperinci dalam buku ini.


3. Munafiq


Ini adalah golongan ketiga yang disebutkan di dalam Al Quran. Insya-Allah dalam kesempatan kedepan dalam buku ini, akan kita lebih perincikan lagi lebih detail.


Istilah munafiq dalam Islam mulai muncul setelah Rosulullah Saw. Membangun tatanan masyarakat Madinah pada saat itu. Ini merupakan fenomena baru dalam Islam, karena pada saat di Mekah manusia hanya terklasifikasi menjadi dua golongan saja yaitu mukmin atau para pejuang dan kafir yaitu orang yang menghalangi dakwah Islam dan memusuhi para pejuang di jalan Allah. Sedangkan munafik adalah orang yang mengikrarkan dua kalimah syahadah akan tetapi hatinya mengingkari sama sekali.


Munafik: Sebuah Karakter


Sedangkan dari sudut pandang psikososial, menurut hipotesa saya, munafik adalah sebuah karakter dalam masyarakat yang salah satu sifat yang terkandung di dalamnya adalah tidak mempunyai nilai pegangan yang jelas dan konsekuensi jelasnya adalah mencari maslahat pribadi.
karakter ini merupakan penyakit hati dalam diri seseorang. Sedangkan karakter ini seperti virus yang bisa menular dan di tularkan. Ia bertingkat, ada yang terkena dalam jumlah kecil, dan adapula yang memang terkena virus ini dalam stadium yang tinggi.


Jika seorang yang mengucapkan dua kalimah syahadat terkena virus ini, namun dalam skala kecil, maka keimanannya akan lemah. Sedangkan orang yang mengucapkan dua kalimah syahadat dan pada dirinya bercokol virus ini dalam stadium yang sangat tinggi maka, dua kalimah syahadat tadi hanya akan ada di bibir, sedangkan hatinya mengingkari.


Golongan pertama ada kemungkinan untuk disembuhkan , atau yang di sebut dengan munafik amali. Sedangkan golongan kedua, Allah akan menutup hati dari potensi mendapatkan hidayah. Golongan inilah yang disebut sebagai munafik I’tiqodi.


Klasifikasi ini insya-Allah akan nampak jelas dalam pembahasan kita kedepan.


Karakter munafik : senantiasa ada, kapan dan dimanapun


Mungkin ada beberapa pertanyaan


a. Kenapa pada saat di Mekah tidak muncul fenomena munafik?
b. Apakah ada pada saat di Mekkah orang yang mempunyai potensi munafik?

Jawabannya adalah di Mekah belum di kenal istilah munafiq, dan Al Quran pun belum menyebutkan istilah ini, karena belum ada sebab-sebab yang menjadikan fenomena munafik muncul di Mekah.


Sedangkan jika kita berbicara tentang orang yang mempunyai potensi Munafik – jika berangkat dari definisi diatas-, maka senantiasa ada dalam masyarakat manapun, dimanapun, baik pada zaman dahulu kala, zaman sekarang maupun yang akan datang.


Sebab-sebab kemunculan fenomena munafik menurut penulis hanya ada satu yaitu : Maslahat. Oleh karenanya, di Mekah orang yang berpotensi munafik tidak melihat ada maslahat pada gerakan para pejuang muslim yang di komandani oleh Muhammad Saw, sehingga mereka tidak mau terlibat dalam arus pergerakan ini, bagi mereka, untuk apa letih-letih berjuang, toh tidak ada maslahat yang di dapat. Mereka melihat gerakan ini sebagai cemoohan banyak orang, terlebih para pencemooh dan mereka orang-orang yang senantiasa mengahalangi pergerakan dakwah ini, adalah orang yang mempunyai kedudukan dari sisi politik, ekonomi maupun strata sosial. Dari sisi politik karena mereka dari bangsa Qurays yang menikmati penghormatan dari kabilah-kabilah arab lainnya karena mereka sebagai penjaga ka’bah Rumah Allah yang sama-sama bangsa arab agungkan. Dari sisi ekonomi karena mereka menikmati kemudahan dagang yang mereka lakukan, ke Syam dan Yaman. Sedangkan dari sisi strata sosial karena mereka adalah orang-orang merdeka.


Gerakan dakwah Islam pada saat itu, tidak mempunyai kelebihan-kelebihan ini. Dari sisi politik, mereka adalah minoritas, dari sisi ekonomi tidak ada yang bisa di harapkan, terlebih dari sisi strata sosial masyarakat, gerakan ini di ikuti oleh banyak para budak semisal Bilal, keluarga yasir dan banyak lagi lainnya.


Dari kondisi ini semua, bisa di pastikan bahwa orang yang mempunyai potensi munafik akan melebur dengan kelompok yang banyak di temukan maslahat di situ. Sedangkan kenapa mulai muncul di Madinah, karena orang yang berkarakter munafik sudah mulai melihat adanya maslahat-maslahat pada gerakan dakwah Islam, di antaranya struktur masyarakat Madinah yang di pimpin oleh Rosulullah Saw, sudah mulai kokoh.


Karakter munafik : berubah-ubah bentuk sesuai kondisi


Karakter kepribadian ini senantiasa menjadi bagian tersendiri dalam salah satu kelompok masyarakat manapun, maka nampaknya sangat tepat istilah dalam bahasa Indonesia yang di tujukan untuk mereka dengan istilah bunglon. Warnanya akan berubah-ubah sesuai tempat yang di hinggapi. Menurut hemat penulis, bahwa refleksi dari karakter bunglon ini akan selalu menyesuaikan pada posisi apa ia berada. Ia akan menjadi penjilat terhadap orang yang mempunyai kekuasaan, karena melihat ada maslahatnya di sana, dan akan menjadi pengkhianat dalam kelompoknya karena ia tidak lagi melihat kepentingannya di sana.


Perhatikan kira-kira apa yang akan terjadi jika sekiranya penguasa tidak lagi menjadi penguasa? Bisa dipastikan ia tidak lagi menjadi pendukung setia, bahkan ia akan menjadi pioneer terdepan bersama kelompok yang menjelek-jelekkan orang yang dahulu di jilatinya.


Yang paling jelas dari karakter munafik ini adalah ia enggan untuk melakukan perjuangan yang menuntut harta dan jiwa. Oleh karenanya tidak heran jika orang-orang munafik yang membaur dengan masyarakat Madinah , ketika di ajak berperang, selalu saja ada seribu alasan. Perhatikan ayat berikut ini:


 “ Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya”. (QS. At Taubah:45)


“ Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah:49)


“ Dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): “Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya”, niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: “Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk”. (QS. At Taubah:86).


Demikianlah beberapa karakter munafik yang ada pada masyarakat manapun.



0 komentar:

Post a Comment